Selasa, 26 November 2013

Dulu, 1991, Jalaluddin Rakhmat dalam Islam Aktual, pernah menduga bahwasanya akan muncul banyak nama yang diberikan pada masyarakat yang akan datang: pascaindustri, teknetonik, informasi, dan pascamodern. Apa pun namanya, masyarakat yang akan datang ditandai dengan teknologi komunikasi.

Saya kira, dugaannya memang terjadi. Kini, masyarakat telah masuk pada zaman era dunia ketiga –meminjam istilah Jalaluddin Rakhmat- setelah era pertanian, era industri dan sekarang, era informasi. Berbagai teknologi komunikasi sudah merambat masuk ke rumah-rumah milik masyarakat dalam kategori apa pun. Kehadiran televisi, radio, telepon, handphone, internet dan lain-lain sudah menjadi barang yang tidak tabu lagi bagi sebagian besar masyarakat.

Sudah berang tentu, teknologi komunikasi –terutama media- tersebut sangat membantu pihak penyelenggara program untuk ‘menjual’ apa yang ‘diproduksinya’. Coba kita lihat, sudah banyak kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan lembaga tertentu, ‘sell-values’-nya meningkat di masyarakat.

Rasanya akan sangat baik, jika Pondok Pesantren Darussalam menggunakan jasa media untuk meningkatkan ‘sell-values’-nya di masyarakat. Betapa tidak, kehadiran media inilah yang membuat masyarakat pascamodern lebih maju.

Namun, meningkatkan ‘sell-values’ di sini, jangan diartikan sebagai langkah komersil untuk menjual Darussalam. Bagaimana pun Pondok Pesantren ini tdak bisa dijual dan diganti dengan materi yang tak seberapa. Nilai-nilai yang terdapat pada segala unsurnya di pesantren ini adalah sebuah hal yang tak ternilai. Dan saya tak mampu mengungkapkan nilai-nilai itu, karena keistimewaanya, terutama bagi seluruh masyarakat Darussalam baik para alumninya.

Kembali lagi  pada pembahasan sebelumnya, bahwa peningkatan ‘sell-values’ di sini berarti langkah untuk memasyarakatkan Darussalam, sehingga kehadiran pesantren ini menjadi lebih besar di masyarakat. Nah, dengan menggunakan pendekatan media lah -sebagai alat yang paling manjur memasyarakatkan sesuatu- harumnya Darussalam dapat dicium oleh masyarakat yang lebih luas lagi.

Keberhasilan Pesantren Darussalam membentuk insan-insan yang kompeten –terutama pada bidang komunikasi- seperti para alumninya, akan menjadikan langkah-langkah ini semakin mudah untuk ‘mengabarkan’ Darussalam di masyarakat luas. Karena ada sebuah ungkapan, “Sebuah almamater, besar karena para alumninya.”

Media yang dimaksud, dapat berupa apa saja. Apakah itu media cetak, media elektronik, bahkan media sosial. Karena tiap media mempunyai peran dan ukuran penyebaran, yang masing-masingnya berbeda seiring dengan kelebihan dan kekurangannya.

Saya kira, peran media cetak sudah ikut andil dalam mengharumkan nama Darussalam sejak waktu yang sudah lama. Dapat kita ketahui, misalnya, hampir setiap kegiatan besar yang digelar di Darussalam telah menghiasi media cetak sehari setelah pelaksanaannya. Terlepas apakah itu publikasinya sekadar di harian cetak lokal-daerah. Namun, perannya sudah dirasakan sejak dulu.

Begitu pun media sosial. Media ini selalu menjadi alat yang sangat ampuh untuk mengharumkan bahkan mengotori sebuah nama. Seorang alumni pesantren Darussalam yang ikut berbakti pada lingkungan sosial di kampung halamannya, adalah salah satu contoh kecil. Dengan aktivitasnya itu, ia mendapat penghargaan dari masyarakat. Lalu mereka pasti bertanya-tanya, dari mana anak itu berasal, dari Darussalam, kata yang lain. Apalagi ketika, misalnya, para alumninya ikut berkecimpung di lingkungan yang lebih luas lagi. Itu dapat di kampus, pemerintahan, perdagangan, dan banyak lagi.

Namun, yang sampai saat ini saya anggap perannya belum terlihat, yaitu peran media elektronik. Media inilah yang menjadi ciri khas masyarakat masa kini. Media yang dapat membuat kita berada di ruang yang berbeda dalam waktu yang sama. Media yang mampu menjadikan Barrack Obama menjadi seorang Presiden Amerika Serikat, juga media yang mampu menurunkan Husni Mubarak turun dari jabatannya sebagai Presiden Mesir.

Mungkin, masih terlalu jauh untuk ‘memasukkan’ Darussalam ke media sebesar televisi. Untuk saat ini, cukuplah menggunakan media internet terlebih dahulu. Internet adalah dunia kedua yang dimiliki umat manusia. Penyebaran informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, juga dari satu waktu ke waktu yang lain menjadi lebih cepat. Media inilah yang penggunaannya begitu simpel namun kegunaannya begitu besar.

Ambil saja media jejaring sosial sebagai contoh. Facebook, Twitter, Youtube, dan Blog adalah nama-nama yang tak asing bagi masyarakat kini sebagai teman sehari-hari. Jika kita sebagai alumni Darussalam memanfaatkannya sebaik-baiknya, bukan tidak mungkin nama Pondok Pesantren Darussalam Ciamis akan dikenal di seluruh pelosok dunia. Tak perlu susah-susah, tulis saja beberapa kenangan indah atau ilmu yang didapatkan dalam beberapa paragraf saja. Ketik, lalu share di Facebook. Sudah, berarti satu informasi tentang Darussalam telah dapat diakses di seluruh dunia. Atau, buat sebuah video dokumenter tentang Darussalam, lalu upload di Youtube, dan video itu dapat dilihat orang di mana saja.

Saya kira, sesimpel itu saja. Yang jadi masalah, apakah kita siap. Apakah kita, sebagai alumni Darussalam, bangga terhadapnya dan mau merekomendasikannya ke dunia yang lebih luas. Ini hanya berada pada tataran pribadi masing-masing alumninya saja yang mau atau tidak membumikan Darussalam pada dunia.utama bagi seluruh 

Posted on Selasa, November 26, 2013 by Unknown

No comments

Selasa, 12 November 2013


Kuhirup harumnya
Kuseruput manisnya
Meski hanya segelas teh susu hangat,
Ia membangkitkan gairahku pagi ini
Semangat untuk menimba ilmu pada sang fajar

Lalu ingatanku kembali pada waktu-waktu yang lama
Ketika aku termenung dalam pandangan sang rembulan
Dudukku menyiratkan imajinasi yang melunta-lunta

Saat katak-katak tak bergeming dalam dinginnya subuh
Mereka mendentum bak bom-bom pemusnah massal
Padahal orang-orang sedang mati
Tak tersadar dalam kehidupannya

Semilir angin yang yang menyelinap pada sekujur tubuh
Menggelitikku seakan ingin selalu tertawa
Lalu aku pun menjadi gila
Gara-gara segelas teh susu hangat

Posted on Selasa, November 12, 2013 by Unknown

No comments

Senin, 11 November 2013

Bangsa Indonesia kini sungguh sangat berbahagia atas pengorbanan para pahlawan. Tepat pada 68 tahun yang lalu, perjuangan rakyat Surabaya menjadi tonggak sejarah yang tak akan pernah terlupakan. Agresi militer yang dilancarkan Inggris bersama sekutu waktu itu, tak membuat gentar semangat para pejuang. Sebuah agresi besar-besaran yang melibatkan 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Dan kota Surabaya, menjadi bulan-bulanan serangan itu.

Meski rakyat Surabaya mengetahui persenjataan mereka kalah jauh dari daripada musuhnya, tapi semangat mereka berkobar seperti api membara. Bung Tomo, mempelopori semangat besar itu, rela mengorbankan jiwa raga demi Tanah Air tercinta, katanya.

Semangat itu, kini mengalir dalam aliran darah para pahlawan yang berasal dari daerah. Mereka memang bukan petinggi negara ini, mereka juga bukan tokoh-tokoh besar. Tapi geliat kepahlawanan mereka menjadi bubuk mesiu atas meledaknya semangat berjuang rakyat-rakyat di sekitar mereka.

Perjuangan mereka, bukanlah mengangkat senjata, ataupun bergerilya di hutan-hutan. Mereka berjuang pada sisi yang kebanyakan tidak disentuh oleh para petinggi negeri ini. Sebut saja Arif. Bagi saya, atau bagi mereka yang hatinya terenyuh, perjuangan seorang Muhammad Arif Kirdiat ini patut dikategorikan sebagai geliat kepahlawanan, para pahlawan dari daerah.

Pria lulusan S-2 Strategic Studies Nanyang Technological University, Singapura ini berhasil menjadi pahlawan besar bagi rakyat-rakyat kecil yang tak sempat merasakan kasih sayang dari pemerintah. Ia berhasil ‘menjembatani’ satu desa ke desa yang lainnya, melalui pembangunan dan perbaikan jembatan penghubung yang diusungnya.

Arif mempelopori terbentuknya sebuah organisasi sosial yang bernama, Relawan Kampung. Lewat organisasi inilah, ia bersama teman-temannya berhimpun dalam menangani pembangunan jembatan yang sempat terabaikan. Perjuangannya diawali atas keprihatinannya atas ketiadaannya sebuah jembatan penghubung antara Desa Aer Jeruk dan Desa Cegok di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Sehingga tiap harinya anak-anak menerjang arus sungai hanya untuk tiba di sekolah. Bila hujan hingga sungai meluap, anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah. Mereka yang sudah sampai di kelas terpaksa menginap di sekolah.

Melihat keadaan tersebut, pria kelahiran Jakarta ini merasa terpanggil hatinya untuk membangun sebuah jembatan penghubung. Maka ia bersama Relawan Kampung pun tergerak untuk melakukannya meski tanpa bantuan sepeser pun dari pemerintah. Ia mengandalkan donasi yang digalang lewat media sosial, serta relasi-relasinya. Malah, yang lebih miris, donasi yang ia dapat rata-rata datang dari luar Banten, seperti Malaysia, Qatar, dan Uni Emirat Arab.

Kini, telah berfungsi 3 jembatan beton dan 2 jembatan gantung karya relawan kampung di Kabupaten Pandeglang dan Lebak.

Selain Arif, ternyata masih banyak para pahlawan masa kini yang datang dari daerah. Salah satunya Faisal Fathani, dosen Universitas Gadjah Mada ini berhasil menciptakan sebuah alat pendeteksi dini terjadinya longsor. Berkat ciptaannya, masyarakat perbukitan Menoreh, D.I. Yogyakarta, berhasil selamat dari bencana longsor. Bahkan kini ciptaannya berhasil dipatenkan sebagai karya penelitian strategis oleh International Program of Landslides (IPL-UNESCO) setelah berkontribusi banyak pada lebih dari seratus titik rawan longsor. Dan menariknya, ia pun mendapatkan Excellent Research Award dan Award of Appreciation dari International Symposium on Mitigation of Geo-Disaster di Kyoto-Matsue atas dedikasinya dalam mitigasi bencana alam.

Dari beberapa nama yang saya himpun, ada juga sosok Sapto Sopawiro, seorang kakek keturunan Jawa yang berusaha mempertahankan budaya wayang yang hampir hilang di negeri Suriname. Ada pula Cak Fu dan Kustiyah Gandu yang masing-masing menjadi “pengacara” bagi kaum disabilitas dan perempuan yang hak-haknya tak terpenuhi. Terakhir, sosok Sumartono Hadinoto, seorang keturunan Tionghoa yang berkontribusi pada kegiatan sosial di Solo.

Sebenarnya masih banyak para pahlawan yang muncul dari daerah. Meski kehadiran dan perjuangan mereka tak diabadikan dalam album pahlawan nasional yang kini berjumlah 156 orang, perjuangan yang mereka berikan, sepertinya memang telah melebihi panggilan tugasnya. Maka pantaslah mereka disebut sebagai seorang pahala-wan, pahlawan mulia dari daerah.

Posted on Senin, November 11, 2013 by Unknown

No comments

Sabtu, 09 November 2013


Malam yang begitu indah
Cahaya dunia terpancar dalam eloknya siaran layar kaca
Ku biarkan mereka berbicara dalam dunianya yang kubisukan

Sedangkan di tempatku menempa diri,
Lampu neon hingar bingar melihatku
Aku menyadarinya tak kunjung padam sejak senja pun belum tiba
Sepertinya ia memang sangat kelihatan bahagia
Aku yang beberapa waktu ini berkelana di negeri antah berantah,
Kini tampak duduk di serambi masjid
Mengulurkan kedua kakinya
Mengirimkan akalnya ke negeri Orphalase, negerinya sang Mustafa
Lalu menyimpan jiwanya di Tanah Haram

Alas ini
Yang setiap malam merindukan kehangatanku
Jika aku mampu berbicara padanya,
Akan kukatakan,
Kau terlalu hangat untuk kutiduri
Pelukmu selalu membuatku lupa segalanya

Bahkan buku catatan ini,
Yang sudah berbulan-bulan kurobek kertasnya dan kubuat mainan kertas,
Kini kupakai dengan semestinya
Aku mulai kembali menggunakannya sebagai buku catatan
Tempat menulis,
Dan tempat dimana aku mengambil makanan, minuman untuk akal dan jiwaku

Kini aku bersujud pada Allah,

Atas pengembaraanku di negeri antah berantah

Posted on Sabtu, November 09, 2013 by Unknown

2 comments