Selasa, 26 November 2013
Dulu, 1991, Jalaluddin Rakhmat dalam Islam Aktual, pernah
menduga bahwasanya akan muncul banyak nama yang diberikan pada masyarakat yang akan datang:
pascaindustri, teknetonik, informasi, dan pascamodern. Apa pun namanya,
masyarakat yang akan datang ditandai dengan teknologi komunikasi.
Saya kira, dugaannya memang terjadi. Kini, masyarakat telah masuk
pada zaman era dunia ketiga –meminjam istilah Jalaluddin Rakhmat- setelah era
pertanian, era industri dan sekarang, era informasi. Berbagai teknologi
komunikasi sudah merambat masuk ke rumah-rumah milik masyarakat dalam kategori
apa pun. Kehadiran televisi, radio,
telepon, handphone, internet dan lain-lain sudah menjadi barang yang tidak tabu
lagi bagi sebagian besar masyarakat.
Sudah berang tentu, teknologi komunikasi –terutama media- tersebut
sangat membantu pihak penyelenggara program untuk ‘menjual’ apa yang
‘diproduksinya’. Coba kita lihat, sudah banyak kegiatan-kegiatan sosial yang
diselenggarakan lembaga tertentu, ‘sell-values’-nya meningkat di
masyarakat.
Rasanya akan sangat baik, jika Pondok Pesantren Darussalam
menggunakan jasa media untuk meningkatkan ‘sell-values’-nya di
masyarakat. Betapa tidak, kehadiran media inilah yang membuat masyarakat
pascamodern lebih maju.
Namun, meningkatkan ‘sell-values’ di sini, jangan diartikan
sebagai langkah komersil untuk menjual Darussalam. Bagaimana pun Pondok
Pesantren ini tdak bisa dijual dan
diganti dengan materi yang tak seberapa. Nilai-nilai yang terdapat pada segala
unsurnya di pesantren ini adalah sebuah hal yang tak ternilai. Dan saya tak
mampu mengungkapkan nilai-nilai itu, karena keistimewaanya, terutama bagi
seluruh masyarakat Darussalam baik para alumninya.
Kembali lagi pada pembahasan
sebelumnya, bahwa peningkatan ‘sell-values’ di sini berarti langkah
untuk memasyarakatkan Darussalam, sehingga kehadiran pesantren ini menjadi
lebih besar di masyarakat. Nah, dengan menggunakan pendekatan media lah
-sebagai alat yang paling manjur memasyarakatkan sesuatu- harumnya Darussalam
dapat dicium oleh masyarakat yang lebih luas lagi.
Keberhasilan Pesantren Darussalam membentuk
insan-insan yang kompeten –terutama pada bidang komunikasi- seperti para
alumninya, akan menjadikan langkah-langkah ini semakin mudah untuk
‘mengabarkan’ Darussalam di masyarakat luas. Karena ada sebuah ungkapan,
“Sebuah almamater, besar karena para alumninya.”
Media yang dimaksud, dapat berupa apa saja. Apakah itu media
cetak, media elektronik, bahkan media sosial. Karena tiap media mempunyai peran
dan ukuran penyebaran, yang masing-masingnya berbeda seiring dengan kelebihan
dan kekurangannya.
Saya kira, peran media cetak sudah ikut andil dalam mengharumkan
nama Darussalam sejak waktu yang sudah lama. Dapat kita ketahui, misalnya,
hampir setiap kegiatan besar yang digelar di Darussalam telah menghiasi media
cetak sehari setelah pelaksanaannya. Terlepas apakah itu publikasinya sekadar di
harian cetak lokal-daerah. Namun, perannya sudah dirasakan sejak dulu.
Begitu pun media sosial. Media ini selalu menjadi alat yang
sangat ampuh untuk mengharumkan bahkan mengotori sebuah nama. Seorang alumni
pesantren Darussalam yang ikut berbakti pada lingkungan sosial di kampung
halamannya, adalah salah satu contoh kecil. Dengan aktivitasnya itu, ia mendapat
penghargaan dari masyarakat. Lalu mereka pasti bertanya-tanya, dari mana anak
itu berasal, dari Darussalam, kata yang lain. Apalagi ketika, misalnya, para
alumninya ikut berkecimpung di lingkungan yang lebih luas lagi. Itu dapat di
kampus, pemerintahan, perdagangan, dan banyak lagi.
Namun, yang sampai saat ini saya anggap perannya belum
terlihat, yaitu peran media elektronik. Media inilah yang menjadi ciri khas
masyarakat masa kini. Media yang dapat membuat kita berada di ruang yang
berbeda dalam waktu yang sama. Media yang mampu menjadikan Barrack Obama
menjadi seorang Presiden Amerika Serikat, juga media yang mampu menurunkan
Husni Mubarak turun dari jabatannya sebagai Presiden Mesir.
Mungkin, masih terlalu jauh untuk ‘memasukkan’ Darussalam
ke media sebesar televisi. Untuk saat ini, cukuplah menggunakan media internet
terlebih dahulu. Internet adalah dunia kedua yang dimiliki umat manusia. Penyebaran
informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, juga dari satu waktu ke waktu
yang lain menjadi lebih cepat. Media inilah yang penggunaannya begitu simpel
namun kegunaannya begitu besar.
Ambil saja media jejaring sosial sebagai contoh.
Facebook, Twitter, Youtube, dan Blog adalah nama-nama yang tak asing bagi
masyarakat kini sebagai teman sehari-hari. Jika kita sebagai alumni Darussalam
memanfaatkannya sebaik-baiknya, bukan tidak mungkin nama Pondok Pesantren
Darussalam Ciamis akan dikenal di seluruh pelosok dunia. Tak perlu susah-susah,
tulis saja beberapa kenangan indah atau ilmu yang didapatkan dalam beberapa
paragraf saja. Ketik, lalu share di
Facebook. Sudah, berarti satu informasi tentang Darussalam telah dapat diakses
di seluruh dunia. Atau, buat sebuah video dokumenter tentang Darussalam, lalu upload di Youtube, dan video itu dapat
dilihat orang di mana saja.
Saya kira, sesimpel itu saja. Yang jadi masalah, apakah
kita siap. Apakah kita, sebagai alumni Darussalam, bangga terhadapnya dan mau
merekomendasikannya ke dunia yang lebih luas. Ini hanya berada pada tataran pribadi
masing-masing alumninya saja yang mau atau tidak membumikan Darussalam pada
dunia.utama
bagi seluruh
Posted on Selasa, November 26, 2013 by Unknown
Selasa, 12 November 2013
Kuhirup harumnya
Kuseruput manisnya
Meski hanya segelas teh susu hangat,
Ia membangkitkan gairahku pagi ini
Semangat untuk menimba ilmu pada sang fajar
Lalu ingatanku kembali pada waktu-waktu yang lama
Ketika aku termenung dalam pandangan sang rembulan
Dudukku menyiratkan imajinasi yang melunta-lunta
Saat katak-katak tak bergeming dalam dinginnya subuh
Mereka mendentum bak bom-bom pemusnah massal
Padahal orang-orang sedang mati
Tak tersadar dalam kehidupannya
Semilir angin yang yang menyelinap pada sekujur tubuh
Menggelitikku seakan ingin selalu tertawa
Lalu aku pun menjadi gila
Gara-gara segelas teh susu hangat
Posted on Selasa, November 12, 2013 by Unknown
Senin, 11 November 2013
Bangsa Indonesia kini sungguh sangat berbahagia atas
pengorbanan para pahlawan. Tepat pada 68 tahun yang lalu, perjuangan rakyat
Surabaya menjadi tonggak sejarah yang tak akan pernah terlupakan. Agresi militer
yang dilancarkan Inggris bersama sekutu waktu itu, tak membuat gentar semangat
para pejuang. Sebuah agresi besar-besaran yang melibatkan 30.000 infanteri,
sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Dan kota Surabaya, menjadi
bulan-bulanan serangan itu.
Meski rakyat Surabaya mengetahui persenjataan mereka kalah
jauh dari daripada musuhnya, tapi semangat mereka berkobar seperti api membara.
Bung Tomo, mempelopori semangat besar itu, rela mengorbankan jiwa raga demi
Tanah Air tercinta, katanya.
Semangat itu, kini mengalir dalam aliran darah para pahlawan
yang berasal dari daerah. Mereka memang bukan petinggi negara ini, mereka juga
bukan tokoh-tokoh besar. Tapi geliat kepahlawanan mereka menjadi bubuk mesiu
atas meledaknya semangat berjuang rakyat-rakyat di sekitar mereka.
Perjuangan mereka, bukanlah mengangkat senjata, ataupun
bergerilya di hutan-hutan. Mereka berjuang pada sisi yang kebanyakan tidak
disentuh oleh para petinggi negeri ini. Sebut saja Arif. Bagi saya, atau bagi mereka
yang hatinya terenyuh, perjuangan seorang Muhammad Arif Kirdiat ini patut
dikategorikan sebagai geliat kepahlawanan, para pahlawan dari daerah.
Pria lulusan S-2 Strategic Studies Nanyang Technological
University, Singapura ini berhasil menjadi pahlawan besar bagi rakyat-rakyat
kecil yang tak sempat merasakan kasih sayang dari pemerintah. Ia berhasil ‘menjembatani’
satu desa ke desa yang lainnya, melalui pembangunan dan perbaikan jembatan
penghubung yang diusungnya.
Arif mempelopori terbentuknya sebuah organisasi sosial yang
bernama, Relawan Kampung. Lewat organisasi inilah, ia bersama teman-temannya
berhimpun dalam menangani pembangunan jembatan yang sempat terabaikan. Perjuangannya
diawali atas keprihatinannya atas ketiadaannya sebuah jembatan penghubung
antara Desa Aer Jeruk dan Desa Cegok di kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Sehingga
tiap harinya anak-anak menerjang arus sungai hanya untuk tiba di sekolah. Bila
hujan hingga sungai meluap, anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah. Mereka yang
sudah sampai di kelas terpaksa menginap di sekolah.
Melihat keadaan tersebut, pria kelahiran Jakarta ini merasa terpanggil
hatinya untuk membangun sebuah jembatan penghubung. Maka ia bersama Relawan
Kampung pun tergerak untuk melakukannya meski tanpa bantuan sepeser pun dari
pemerintah. Ia mengandalkan donasi yang digalang lewat media sosial, serta
relasi-relasinya. Malah, yang lebih miris, donasi yang ia dapat rata-rata
datang dari luar Banten, seperti Malaysia, Qatar, dan Uni Emirat Arab.
Kini, telah berfungsi 3
jembatan beton dan 2 jembatan gantung karya relawan kampung di Kabupaten
Pandeglang dan Lebak.
Selain Arif, ternyata
masih banyak para pahlawan masa kini yang datang dari daerah. Salah satunya
Faisal Fathani, dosen Universitas Gadjah Mada ini berhasil menciptakan sebuah
alat pendeteksi dini terjadinya longsor. Berkat ciptaannya, masyarakat
perbukitan Menoreh, D.I. Yogyakarta, berhasil selamat dari bencana longsor. Bahkan
kini ciptaannya berhasil dipatenkan sebagai karya penelitian strategis oleh
International Program of Landslides (IPL-UNESCO) setelah berkontribusi banyak
pada lebih dari seratus titik rawan longsor. Dan menariknya, ia pun mendapatkan
Excellent Research Award dan Award of Appreciation dari International
Symposium on Mitigation of Geo-Disaster di Kyoto-Matsue atas dedikasinya dalam
mitigasi bencana alam.
Dari beberapa nama yang
saya himpun, ada juga sosok Sapto Sopawiro, seorang kakek keturunan Jawa yang
berusaha mempertahankan budaya wayang yang hampir hilang di negeri Suriname. Ada
pula Cak Fu dan Kustiyah Gandu yang masing-masing menjadi “pengacara” bagi kaum
disabilitas dan perempuan yang hak-haknya tak terpenuhi. Terakhir, sosok
Sumartono Hadinoto, seorang keturunan Tionghoa yang berkontribusi pada kegiatan
sosial di Solo.
Sebenarnya masih banyak para pahlawan yang muncul dari daerah. Meski kehadiran
dan perjuangan mereka tak diabadikan dalam album pahlawan nasional yang kini
berjumlah 156 orang, perjuangan yang mereka berikan, sepertinya memang telah melebihi
panggilan tugasnya. Maka pantaslah mereka disebut sebagai seorang pahala-wan,
pahlawan mulia dari daerah.
Posted on Senin, November 11, 2013 by Unknown
Sabtu, 09 November 2013
Malam yang begitu indah
Cahaya dunia terpancar dalam eloknya siaran layar kaca
Ku biarkan mereka berbicara dalam dunianya yang kubisukan
Sedangkan di tempatku menempa diri,
Lampu neon hingar bingar melihatku
Aku menyadarinya tak kunjung padam sejak senja pun belum tiba
Sepertinya ia memang sangat kelihatan bahagia
Aku yang beberapa waktu ini berkelana di negeri antah berantah,
Kini tampak duduk di serambi masjid
Mengulurkan kedua kakinya
Mengirimkan akalnya ke negeri Orphalase, negerinya sang Mustafa
Lalu menyimpan jiwanya di Tanah Haram
Alas ini
Yang setiap malam merindukan kehangatanku
Jika aku mampu berbicara padanya,
Akan kukatakan,
Kau terlalu hangat untuk kutiduri
Pelukmu selalu membuatku lupa segalanya
Bahkan buku catatan ini,
Yang sudah berbulan-bulan kurobek kertasnya dan kubuat mainan kertas,
Kini kupakai dengan semestinya
Aku mulai kembali menggunakannya sebagai buku catatan
Tempat menulis,
Dan tempat dimana aku mengambil makanan, minuman untuk akal dan jiwaku
Kini aku bersujud pada Allah,
Atas pengembaraanku di negeri antah berantah
Posted on Sabtu, November 09, 2013 by Unknown
Minggu, 15 September 2013
Sebenarnya tak terlalu spesial, hanya sebuah malam, ya, meski malam minggu. Saat kutulis, arah jarum jam sedang menunjuk angka satu, dengan jarum menit sejajar. Diiringi lagu mellow-nya Michael Bublei, sepertinya hasrat untuk menulisku muncul lagi tepat saat ini. Setelah beberapa jam sebelumnya aku utak-atik blog ini sedemikian rupa, maka kini saatnya untuk mencurahkan pikiran dalam uraian kata-kata yang mungkin akan membosankan bila dibaca.
Untuk menuliskan malam ini, memang tak ubahnya seperti para pujangga yang begitu elok menggambarkannya. Tapi tidak denganku, karena aku bukanlah seorang pemain puisi atau penyunting prosa bernada-nada mengalun serta memesonakan jiwa. Aku hanya ingin menuliskan, bahwasanya ditemani dengan gemericik air di kolam Masjid depan rumah, jiwaku sedang tak ingin terlelap dengan tak berguna malam ini.
Bruno Mars pun melanjutkan musik pengiring di waktu yang entah apakah aku bahagia atau sedang bersedih. Dengan 'Love For A Child'-nya, ia mengingatkanku pada masa-masa dimana aku ditinggal seseorang yang aku tak begitu tahu tentangnya. Ia menyayangiku, tapi ia meninggalkanku. Mungkin ia tahu bahwa Allah pasti lebih menyayangiku daripada kasih sayang yang ia berikan padaku. Maka dengan begitu, ia melepas diriku untuk besar dan dewasa tanpa bimbingannya secara langsung.
Ya, aku memahaminya. Dirinya, yang nampak samar-samar dalam penglihatan hatiku, aku merindukannya. Meski kami hanya bersama dalam waktu yang sangat singkat, hanya sepertiga dari umurku saat ini, aku harus terus tegar menghadapi rintangan dalam hidup ini tanpa disertainya, ya, tanpa disertainya.
Kini, saatnya kubuktikan bahwa ia masih hidup dalam jiwaku. Aku sempat mendengar, meski sedikit, bagaimana ia hidup. Tapi aku yakin dari sedikit yang kuketahui tentang dirinya, di sana terdapat rahasia besar yang mesti kupecahkan secepatnya. Karena kini, aku berada dalam usia yang matang untuk memulai perjalanan hidup yang sebenarnya.
Yang pasti, saat kaki ini melangkah satu pijakan, maka akan aku percepat menjadi tiga pijakan, sembilan pijakan, dua puluh tujuh, delapan puluh satu, dua ratus empat puluh tiga, sampai berribu, jutaan, milyaran, hingga tak terbatas. Ku ucap terima kasih atas kasih sayangmu. Cinta yang membuatku kini bisa beranjak dari tempat tidur. Sampai bertemu lagi di sana.
Untuk menuliskan malam ini, memang tak ubahnya seperti para pujangga yang begitu elok menggambarkannya. Tapi tidak denganku, karena aku bukanlah seorang pemain puisi atau penyunting prosa bernada-nada mengalun serta memesonakan jiwa. Aku hanya ingin menuliskan, bahwasanya ditemani dengan gemericik air di kolam Masjid depan rumah, jiwaku sedang tak ingin terlelap dengan tak berguna malam ini.
Bruno Mars pun melanjutkan musik pengiring di waktu yang entah apakah aku bahagia atau sedang bersedih. Dengan 'Love For A Child'-nya, ia mengingatkanku pada masa-masa dimana aku ditinggal seseorang yang aku tak begitu tahu tentangnya. Ia menyayangiku, tapi ia meninggalkanku. Mungkin ia tahu bahwa Allah pasti lebih menyayangiku daripada kasih sayang yang ia berikan padaku. Maka dengan begitu, ia melepas diriku untuk besar dan dewasa tanpa bimbingannya secara langsung.
Ya, aku memahaminya. Dirinya, yang nampak samar-samar dalam penglihatan hatiku, aku merindukannya. Meski kami hanya bersama dalam waktu yang sangat singkat, hanya sepertiga dari umurku saat ini, aku harus terus tegar menghadapi rintangan dalam hidup ini tanpa disertainya, ya, tanpa disertainya.
Kini, saatnya kubuktikan bahwa ia masih hidup dalam jiwaku. Aku sempat mendengar, meski sedikit, bagaimana ia hidup. Tapi aku yakin dari sedikit yang kuketahui tentang dirinya, di sana terdapat rahasia besar yang mesti kupecahkan secepatnya. Karena kini, aku berada dalam usia yang matang untuk memulai perjalanan hidup yang sebenarnya.
Yang pasti, saat kaki ini melangkah satu pijakan, maka akan aku percepat menjadi tiga pijakan, sembilan pijakan, dua puluh tujuh, delapan puluh satu, dua ratus empat puluh tiga, sampai berribu, jutaan, milyaran, hingga tak terbatas. Ku ucap terima kasih atas kasih sayangmu. Cinta yang membuatku kini bisa beranjak dari tempat tidur. Sampai bertemu lagi di sana.
Posted on Minggu, September 15, 2013 by Unknown
Senin, 08 Juli 2013
Sebenarnya saya belum mau menulis
setelah tulisan terakhir yang saya buat lebih dari sebulan yang lalu. Tapi apa
daya, saya berkomitmen untuk menulis, sebelum menonton film terbaru yang sangat
ingin saya tonton, Badges of Fury, diperankan oleh Jet Li. Film ini baru saya
beli tadi sekitar jam delapan malam, dan tulisan ini saya tulis jam sembilan lewat
dua puluh lima menit. Di perjalanan pulang dari toko kaset, kejadian di
perempatan lampu merah tadi cukup menjadi inspirasi bagi tulisan ini.
Posted on Senin, Juli 08, 2013 by Unknown
Sabtu, 01 Juni 2013
Beliau adalah sosok ulama kharismatik yang lahir di Tasikmalaya, 25
Desember 1933. Perjuangannya dalam
dakwah Islam sungguh tidak bisa dielakkan. Lahir di kalangan keluarga yang religius,
beliau mulai mengkaji agama Islam klasik dari ayahanda beliau, Kyai Ahmad
Fadlil bin H. Abdul Jalal bin Buyut Uyut Masitoh. Dari garis keturunan ayahnya,
K.H. Irfan Hielmy memiliki darah ulama. Ibunya bernama Siti Maemunah binti Siti
Fatimah binti Uyut Eyang Audaya. Selain memiliki darah ulama, K.H. Irfan Hielmy
juga memiliki darah bangsawan dari nenek pihak ayah yang bernama Rd. Natamirah
bin Rd. Bratakusumah (Wedana Rancah pada waktu itu).
Posted on Sabtu, Juni 01, 2013 by Unknown
Sabtu, 04 Mei 2013
"Renegoisasi ulang itu kita
harapkan pemerintah lebih besar dari sekarang, sekarang hanya 1 persen, kalau
bisa 3,75 persen, sesuai Undang-undang yang berlaku," itulah ucapan Anggota
Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana kepada salah satu koran daerah pada tahun lalu
terkait renegosiasi ulang pemerintah dengan perusahaan tambang emas terbesar di
dunia, PT. Freeport-Mc Moran Indonesia (Freeport). Pada saat itu, merebak isu
peningkatan royalti hasil tambang Freeport bagi pemerintah hingga 3,75 persen
dari harga jual kali tonase sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku.
Posted on Sabtu, Mei 04, 2013 by Unknown
Rabu, 01 Mei 2013
Tak ada yang sulit dalam perubahan. Hanya perlu memulai langkah
kecil. Lebih baik menyalakan lilin-lilin kecil daripada harus mengutuk
kegelapan. Sekalipun cahayanya kecil, itu lebih baik daripada tidak. Bahkan ketika
sinarnya meredup dan perlahan menghilang, itu adalah bukti sebuah pengorbanan. Sebuah
usaha perjuangan menjadi lentera kehidupan.
Posted on Rabu, Mei 01, 2013 by Unknown
Selasa, 30 April 2013
Kesatuan dan Kebhinekaan menjadi dua
aspek penting yang tidak terpisahkan, yang dapat menjadi bagian karakter yang
ditanamkan dan dipelajari melalui pendidikan di semua tingkatan. Pendidikan sikap
atau akhlak itu menjadi common concern bagi semua orientasi ideologis. Lalu,
dimana posisi pendidikan Agama Islam di tengah kebhinekaan itu? Falsafah
Pendidikan menentukan sistem pendidikan, dan sistem pendidikan memiliki
hubungan dengan budaya masyarakat. Nabi Muhammad pernah bersabda “Aku tidak
diutus kecuali untuk memperbaiki karakter manusia.” (Hadits). Dan penyair Mesir,
Ahmad Syauqi, penah melantunkan: “Bangsa-bangsa itu akan tetap eksis selama
karakter mereka terpelihara. Jika karakter mereka runtuh, maka bangsa itu
runtuh pula.” Sementara Ayat Al-Quran sudah menjelaskan metode yang perlu
dijabarkan secara sistematis: “Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran
yang baik dan dialog yang terbaik..” (An-Nahl: 125).
Posted on Selasa, April 30, 2013 by Unknown
Senin, 29 April 2013
Hawa dingin
segera menusuk rongga-rongga tulangku. Segera pandangan mata ini menangkap view
indah sebuah danau putih kehijauan. Berselimut kabut dan aroma khas gunung
kapur, jejakkan langkah kami sampailah pada titik akhir. Kawah Putih. Sebuah
kawah mempesona di batas selatan Kabupaten Bandung. Kawah yang terbentuk dari
letusan Gunung Patuha pada abad XII.
Posted on Senin, April 29, 2013 by Unknown
Sabtu, 27 April 2013
Sungguh memilukan. Kemarin,
masyarakat Indonesia ditinggal pergi selama-lamanya oleh seorang da’i muda yang
besar namanya, Ustadz Jeffry Al-Bukhari. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya
setelah kecelakaan maut yang menimpanya, Jum’at dini hari setelah sempat
dilarikan ke rumah sakit. Benar-benar kejadian yang tak diharapkan oleh
masyarakat Indonesia.
Beliau ialah sosok seorang muballigh
yang berhasil merubah pola pikir masyarakat tentang dakwah, itu yang
disampaikan sahabatnya, Ustadz Soleh Mahmud atau yang lebih kita kenal dengan
sebutan Ustadz Solmed, dalam sebuah saluran televisi swasta. Betapa tidak,
beliau berhasil menjadikan dakwah sebagai suatu hal yang tidak dianggap kampungan.
Selaras dengan sebutan masyarakat terhadapnya, “Ustadz Gaul”. Beliau mengakulturasikan
konsep berdakwahnya dengan budaya modern serta tata sikap yang dimiliki anak
muda saat ini.
Posted on Sabtu, April 27, 2013 by Unknown
Jumat, 26 April 2013
Kamis, 25 April 2013
I’d
catch a grenade for ya
Throw
my hand on a blade for ya
I’d jump
in front of a train for ya
You
know I’d do anything for ya
Oh,
oh, I would go through all this pain
Take
a bullet straight through my brain
Yes,
I would die for you, baby
But
you won’t do the same Delapan baris di atas adalah kutipan bagian reff pada lagu ‘Grenade’ karya Bruno Mars. Lagu ini semakin populer di Indonesia setelah dinyanyikan oleh salah satu kontestan ajang pencarian bakat X-Faktor, Fatin Shidqia Lubis. Sebenarnya terlalu
Posted on Kamis, April 25, 2013 by Unknown
Langit tampak kelabu. Seiring lajuku bersama motor kesayanganku, kelihatannya langit pun semakin gelap lagi. Awan hitam tanpa kusadari telah memenuhi ruang bebas di atas sana. Pikiranku yang nyaman dengan perjalanan ini, bagaimana pun, rasanya semakin gusar saja melihat keadaan alam ini.
Pertanda air langit akan segera mengeroyokku. Kulihat di depanku beberapa mobil menghiasi kelengangan jalan ini, mereka kelihatan tenang. Motor-motor berlabuh di dekat badan jalan, tampak para pengemudinya membuka
Posted on Kamis, April 25, 2013 by Unknown
Rabu, 24 April 2013
Kyai di pondok saya dulu, Allah yarham K.H. Irfan Hielmy pernah berpesan, "Anak-anakku, tetaplah berpijak di atas bumi meski tanganmu tak berhenti berusaha meraih bintang di langit." Wejangan ini tak henti-hentinya terngiang dalam benak saya selama ini. Nasihat seorang sosok kharismatik nan lemah lembut. Sebuah pesan yang membuat saya terjatuh dalam renungan, bahwa kerendahhatian adalah sebuah pijakan kuat dalam mengawali dan mengiringi langkah kita untuk terus maju.
Posted on Rabu, April 24, 2013 by Unknown
Langganan:
Postingan (Atom)
Kamu Pengunjung ke
Posting Paling Bernyawa
-
Beliau adalah sosok ulama kharismatik yang lahir di Tasikmalaya, 25 Desember 1933. Perjuangannya dalam dakwah Islam sungguh tidak bisa...
-
Hawa dingin segera menusuk rongga-rongga tulangku. Segera pandangan mata ini menangkap view indah sebuah danau putih kehijauan. Bers...
-
I’d catch a grenade for ya Throw my hand on a blade for ya I’d jump in front of a train for ya You know I’d do anyt...
-
Malam yang begitu indah Cahaya dunia terpancar dalam eloknya siaran layar kaca Ku biarkan mereka berbicara dalam dunianya yang kubisuk...
-
Kyai di pondok saya dulu, Allah yarham K.H. Irfan Hielmy pernah berpesan, "Anak-anakku, tetaplah berpijak di atas bumi meski tanga...
Transfer Bahasa
Merek
Join Me
Tweet Me
Copyright © 2013 Senyawa Terbang. Diberdayakan oleh Blogger.